Wisata Religi Asta Tinggi Sumenep : Makam Para Raja Sampai Mitosnya
Terlebih lokasinya masih dalam satu kompleks dengan bangunan keraton yang cukup monumental bagi warga Sumenep. Buat kamu yang kebetulan sedang ada di Madura dan berencana ingin berwisata religi, yuk simak ulasan menarik tentang Asta Tinggi Sumenep Madura berikut ini.
Asal Asul dan Sejarah Dibalik Asta Tinggi Sumenep
Lokasi Asta Tinggi Sumenep berada di dataran tinggi tepatnya di desa Kebunagung, Sumenep Kota, Sumenep, Madura. Diceritakan, bahwa kawasan tersebut dahulunya berupa hutan belantara yang ada di dataran tinggi Sumenep. Dimana, kawasan tersebut kerap digunakan untuk menyepi oleh sejumlah tokoh besar dari Sumenep.
Hingga suatu ketika ada salah seorang pangeran yang meninggal dan dimakamkan di dataran tinggi tersebut. Makam tersebut merupakan milik dari Pangeran Anggadipa dan menjadi yang pertama di kompleks pemakaman Asta Tinggi. Pangeran Anggadipa sendiri merupakan putra dari Adipati Jepara yang diutus oleh kerajaan Mataram untuk menjaga dan mengatur pemerintahan kerajaan Sumenep ketika terjadi kekosongan pemimpin.
Mulanya, di lokasi Asta Tinggi Sumenep hanya memiliki dua kubah pada awal pembangunannya. Namun pada saat pemerintahan dipegang oleh Panembahan Somala, kemudian dibangun beberapa kubah di atas makam. Tak berhenti sampai disitu, pembangunan makam pun dilanjutkan oleh generasi selanjutnya hingga memiliki empat kubah seperti sekarang.
Lokasi klik di sini.
Makam-makam Asta Tinggi Sumenep Madura dan Arsitekturnya
Empat Kubah Utama
Di lokasi Asta Tinggi Sumenep ternyata memiliki empat kubah besar yang menaungi makam dan menjadi ikon utamanya yang disebut Asta Induk. Dimana, setiap kubah tersebut menjadi tempat peristirahatan terakhir raja-raja dari dinasti Sumenep beserta istri-istrinya. Diantaranya sebagai berikut,
● Kubah Pangeran Panji Pulang Jiwo, di makam ini terdapat 6 makam. Diantaranya makam Pangeran Anggadipa dan istri, Pangeran Wirosari alias Pangeran Seppo, dan makam Pangeran Panji Pulang Jiwo alias R. Kaskiyan beserta istri.
● Kubah Panembahan Sumolo, dimana di dalamnya terdapat 14 makam. Dari makam Panembahan Notokusumo atau Asirudin, Sultan Abdurrahman Pakunataningrat 1, Panembahan Mohammad Saleh Notokusumo dan lain sebagainya.
● Kubah Tumenggung Tirtonegoro, di dalamnya terdapat 11 makam. Dari mulai makam Tumenggung Tirtonegoro atau Bindarasaod, R.A. Tirtonegoro dan sebagainya.
● Kubah Pangeran Djimat alias Pangeran Akhmad atau Kanjeng Aryo Cokronegoro. Dimana kubah tersebut dari Pendopo Keraton Pangeran Lor atau Wetan. Dalam kubah ini hanya ada empat makam saja, dari makam Pangeran Djimat, Ratu Ari, R.A. Wironegoro
Gaya Arsitektur
Asta Tinggi Sumenep Madura ini memiliki gaya bangunan yang cukup unik, tersebut dapat dilihat dari penataan kompleks makam dan beberapa batu nisan yang cenderung berkembang pada masa awal islam berkembang di tanah Jawa dan Madura. Selain itu pengaruh-pengaruh dari kebudayaan Tiongkok juga dapat ditemukan, seperti,
● Ukiran yang berada pada kubah makam Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro,
● Makam Kanjeng Tumenggung Ario Cokronegoro III dan
● Makam Pangeran Pulang Djiwo.
Dimana sedikit banyak bangunan makam tersebut sangat dipengaruhi dari beberapa budaya, yakni Hindu dan Islam yang berkembang pada masa itu. Hal ini terlihat jelas dari bagaimana penataan batu nisan dan kompleks pemakaman. Selain itu, beberapa pengaruh lainnya dari budaya China yang cukup terlihat adalah ukiran dalam beberapa makam. Seperti yang terlihat di beberapa makam, yakni.
● Kubah Tumenggung Tirtonegoro,
● Makam Tumenggung Aryo Cokronegoro III dan juga
● Makam Pangeran Pulang Jiwo.
Sementara, pengaruh arsitektur bergaya Eropa justru lebih terlihat pada bangunan kubah Panem Sumolo dimana Sultan Abdurrhaman Pakunataningrat I dimakamkan. Serta makam dari Patih Mangun yang berada di area luar Asta induk. Di bagian dalam kubah tersebut hampir seluruh bangunannya dipengaruhi gaya Eropa klasik dengan kolom-kolom yang cukup ikonik.
Foto Asta Tinggi Sumenep yang banyak beredar saat ini sangat berbeda dari sebelum pembangunan. Dimana dahulu keberadaan pemakaman tersebut hanyalah rimba belantara di dataran tinggi dengan batuan terjal dan tak memiliki pagar. Demi menghormati sosok Pangeran Anggadipa dan sang istri yang dimakamkan pertama kali di tempat tersebut, kemudian area makam pun dibuatkan pagar dari batu. Pembangunan tersebut diinisiasi oleh Pangeran Rama, Adipati Sumenep yang menjabat saat itu.
Memiliki 7 Kawasan Berbeda
● Asta Induk, kawasan ini berisi empat kubah utama yang menjadi pesarean raja-raja Sumenep dan istri serta keturunannya.
● Area Makam Ki Sawunggaling, makam dari pengikut setia Tumenggung Tirtonegoro atau Bendoro Mohammad Saod.
● Area Makam Patih Mangun
● Area Makam R. Adipati Suroadimenggolo atau Kanjeng Kai
● Area Makam Mohammad Saleh atau R. Adipati Pringgoloyo.
● Area Makam Raden Cakra Sudibyo.
● Area Makam R. Wongsokusumo.
Cerita Asta Tinggi Sumenep dan Mitosnya
Mitos Kuda Terbang
Hingga saat ini, kuda terbang masih dianggap sebagai mitos atau cerita Asta Tinggi Sumenep. Meskipun dianggap hanya sebagai mitos, nyatanya kuda terbang bukan hanya jadi lambang biasa, tapi menjadi lambang kebanggaan dari Kabupaten Sumenep. Hal ini karena memang sejak kerajaan Songenep (Sumenep), kuda terbang memang sudah digunakan sebagai lambang kerajaan.
Dalam kompleks Asta Tinggi Sumenep Madura, lambang tersebut terlihat hanya di beberapa makam saja. Seperti pada makam Kyai Angabai Mangundireja, salah seorang patih yang gugur dalam peperangan melawan Pasukan Inggris.
Selain itu, makam lain yang juga memiliki ukiran kuda terbang yang terkait dengan mitos adalah makam milik Raden Ardikusumo. Seseorang yang dipercaya menjadi pewaris kuda terbang milik Joko Tole sang legenda di Madura.
Makam Pangeran Diponegoro
Selain mitos soal kuda terbang, ada cerita Asta Tinggi Sumenep yang juga menarik untuk disimak. Dimana dipercaya ada makam dari Pangeran Diponegoro di kompleks Asta Tinggi Sumenep, tepatnya di bagian utara kawasan Asta Induk.
Diceritakan, pada saat perang Jawa berakhir, Pangeran Diponegoro menyelamatkan diri ke Sumenep. Pada masa itu, Pangeran Diponegoro kemudian disembunyikan oleh Sri Sultan Abdurrahman, raja Songenep kala itu. Belanda yang mencium keberadaan Pangeran Diponegoro di Sumenep pun memaksa untuk membawanya secara paksa.
Mengetahui pihak pasukan Belanda yang tidak begitu hafal dengan Pangeran Diponegoro, akhirnya ditunjuk salah seorang yang memiliki perawakan yang mirip untuk diserahkan. Nah, seseorang inilah yang kemudian menggantikan Pangeran Diponegoro dibawa Belanda ke pengasingannya di Makassar. Hingga akhir hayatnya, Pangeran Diponegoro pun berada di Sumenep.
Upaya Pengeboman
Cerita Asta Tinggi Sumenep bukan hanya soal mitosnya, tetapi juga kejadian pengeboman yang pernah terjadi di masa lampau. Pengeboman tersebut dilakukan dalam jarak jauh oleh pasukan Inggris dari balik kapal perang mereka. Kejadian tersebut diungkapkan oleh Raden Sastro Soebrata dalam bukunya yang berjudul Perjalanan dari Soengenep ka Batawi yang terbit tahun 1920.
Kejadian tersebut bermula karena pasukan Inggris mengira jika bangunan Asta Tinggi Sumenep Madura sebagai sebuah istana kerajaan. Meskipun demikian, pengeboman yang terjadi tak sampai menghancurkan kompleks pemakaman. Sebab bom susah lebih dulu jatuh di bagian luar area kompleks makam.
Asta Tinggi Sumenep memang punya daya tarik yang sangat luar biasa, bukan hanya sebagai kompleks pemakaman raja-raja tetapi juga waliyullah yang sangat dihormati. Berkunjung ke lokasi Asta Tinggi Sumenep Madura selain sebagai wisata spiritual tetapi juga bernilai sejarah yang sangat kental. Kalau pergi ke pulau garam jangan lupa mampir untuk berwisata sekaligus menebalkan iman dan spiritual, ya!